Pengalaman Pertama Beternak Ayam Broiler di Kandang Close House Kapasitas 15.000 Ekor

Table of Contents

Memulai usaha peternakan ayam broiler dengan sistem close house berkapasitas 15.000 ekor adalah sebuah langkah besar yang penuh tantangan sekaligus harapan. Dalam perjalanan pertama ini, saya bergabung dalam program kemitraan bersama PT Mustika cabang Tegal, yang kantor operasionalnya berada di Bumiayu. Program kemitraan tersebut memberi saya akses terhadap pendampingan teknis, suplai pakan, DOC, serta dukungan manajemen pemeliharaan. Saya mempekerjakan dua orang anak buah kandang (ABK) yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional harian, mulai dari pemberian pakan, kebersihan, hingga pengelolaan peralatan kandang.


Namun, seperti halnya langkah pertama dalam bidang apa pun, pengalaman ini tidak selalu berjalan mulus. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan, sebagian datang melalui kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan. Salah satu kendala terbesar—dan paling fatal—yang terjadi adalah ketidakmampuan karyawan dalam mengoperasikan genset dengan benar. Dalam sistem close house, listrik adalah elemen utama yang menghidupkan seluruh perangkat penting: kipas, blower, cooling pad, pemanas, hingga sistem pemberian pakan otomatis. Sekali listrik terhenti, seluruh kondisi mikro dalam kandang ikut terganggu. Suhu dapat meningkat drastis, ventilasi terganggu, dan ayam menjadi stres. Maka dari itu, kesalahan dalam pengoperasian genset bukanlah hal sepele.

Kesalahan yang terjadi kali ini bermula saat listrik PLN padam. Karyawan menyalakan genset, namun tidak melakukan prosedur perpindahan arus secara benar dari PLN ke genset. Ketika tuas pengalih sumber listrik dipindahkan ke posisi genset, beban listrik di dalam kandang masih sangat tinggi, dan karyawan tidak melakukan langkah-langkah pengurangan beban yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu. Akibatnya, sikring AVR pada genset short dan putus. Dampaknya langsung terasa: aliran listrik tidak bisa masuk ke jaringan kelistrikan kandang selama hampir satu setengah jam.

Waktu satu setengah jam mungkin terdengar singkat bagi sebagian orang, tetapi bagi sebuah kandang close house yang penuh dengan ribuan ayam berusia muda, itu adalah kondisi yang sangat kritis. Tanpa ventilasi dan pendinginan, suhu dalam kandang dapat meningkat cepat, dan kondisi seperti itu sangat rentan menimbulkan stres panas pada ayam. Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi saya bahwa kesiapan sumber daya manusia adalah faktor yang sangat penting, bahkan mungkin lebih krusial dibanding teknologi yang digunakan.

Masalah tidak berhenti di situ. DOC yang dikirim oleh pihak kemitraan berasal dari cabang Pokphand Paku Laut, dengan kode DOC 707-YE. Sejak awal kedatangan DOC, tingkat kematian harian sebenarnya sudah cukup tinggi. Rata-rata kematian mencapai sekitar 20 ekor per hari sebelum insiden genset berlangsung. Angka tersebut menandakan bahwa kondisi awal pemeliharaan atau kualitas DOC belum sepenuhnya optimal, sehingga ayam lebih rentan terhadap stres dan penyakit. Ketika masalah kelistrikan terjadi, kondisi ayam yang sudah tidak prima menjadi semakin tertekan, dan menyebabkan performa pemeliharaan semakin menurun.

Selain kendala teknis genset dan tingginya mortalitas DOC, saya menemukan bahwa sebagian masalah juga berasal dari kurangnya kedisiplinan karyawan dalam menjalankan tugas. Salah satu contohnya adalah insiden “cekrek”—istilah lapangan untuk ayam yang mengeluarkan suara napas tidak normal yang disebabkan oleh serangan penyakit pernapasan atau kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Penyebab utama cekrek kali ini ternyata berasal dari kebasahan pada sekam akibat bocornya regulator air minum.

Ironisnya, kebocoran tersebut sebenarnya sudah terlihat sejak awal, namun karyawan tidak segera memperbaikinya. Karena dibiarkan, banyak bagian sekam menjadi basah dan lembap. Kondisi tersebut merupakan lingkungan ideal bagi bakteri dan jamur, serta menyebabkan ayam mudah terkena infeksi. Selain itu, ayam yang tinggal dalam kondisi lantai kandang basah cenderung kehilangan kenyamanan, nafsu makan menurun, dan akhirnya bobot tubuh tidak maksimal. Faktor-faktor ini berkontribusi pada performa yang buruk di periode pertama pemeliharaan.

Yang membuat saya semakin kecewa adalah fakta bahwa sebagian peralatan kandang, khususnya instalasi nipple drinker, ternyata memiliki kualitas yang kurang baik. Peralatan tersebut berasal dari vendor penyedia perlengkapan kandang yang ditunjuk oleh saya sendiri dikarenakan harganya murah. Secara kasat mata, pengerjaannya terkesan asal-asalan. Baru dipakai selama satu periode pemeliharaan, sudah banyak sambungan nipple yang bocor. Kebocoran inilah yang kemudian memperparah masalah kebasahan dan memperlebar risiko timbulnya penyakit pada ayam. Saya menyayangkan kualitas peralatan yang tidak sesuai dengan harapan, apalagi mengingat betapa pentingnya sistem air minum dalam pemeliharaan modern berbasis closed house.

Dari seluruh rangkaian masalah tersebut, saya belajar bahwa memulai usaha peternakan modern tidak sesederhana menyiapkan kandang dan menerima DOC. Ada begitu banyak faktor yang saling memengaruhi. Mulai dari kualitas peralatan, kesiapan karyawan, tata kelola listrik, pemantauan kesehatan ayam, hingga komunikasi dengan pihak kemitraan. Tanpa pengawasan yang konsisten, semua komponen itu dapat menjadi titik lemah yang berujung pada kerugian.

Maka dari itu, saya menyadari pentingnya membangun komunikasi yang lebih intens dengan petugas lapangan PT Mustika. Mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan yang dapat menjadi panduan penting dalam mengatasi kendala teknis maupun non-teknis di lapangan. Dengan meminta saran secara rutin dan bertindak lebih proaktif terhadap rekomendasi dari mereka, saya yakin proses pemeliharaan berikutnya dapat berjalan lebih baik dan lebih terkontrol.

Walaupun hasil produksi pada periode pertama ini jauh dari kata maksimal dan menimbulkan banyak masalah, saya tidak berkecil hati. Justru dari kegagalan inilah saya mendapatkan banyak pelajaran berharga yang tidak akan pernah saya dapatkan jika semuanya berjalan mulus. Saya tetap optimis bahwa dengan evaluasi yang tepat serta perbaikan dalam manajemen SDM, penggunaan peralatan berkualitas baik, serta kemitraan yang lebih komunikatif, saya akan menemukan tim yang solid, disiplin, dan mampu bekerja sama untuk membangun usaha peternakan ayam broiler ini menjadi lebih profesional dan menguntungkan.

Langkah pertama ini memang sulit, tetapi saya percaya perjalanan panjang selalu dimulai dari satu langkah yang penuh pelajaran. Dari sinilah fondasi pengalaman dibangun, agar ke depannya usaha peternakan ini dapat berkembang menuju hasil yang optimal.

Amri
Amri Blog ini adalah buku diary sekaligus tempat untuk berbagi ilmu pengetahuan yang saya ketahui. Meskipun tulisan saya masih belum rapi dan baku tapi akan selalu saya perbaiki waktu demi waktu agar para pembaca kian betah berkunjung. Selamat membaca.

Post a Comment